Jumat, 17 Februari 2012

Saat Hidup Begitu Melelahkan

Jumat, 18 Juni 2010 kemarin saya dijadualkan oleh panitia untuk menjadi khotib pada Sholat Jumat di Hotel Gumaya saat acara Caraka Festival Kreatif. Tapi gak tahu gimana ceritanya, saat saya sampai di tempat sholat, seorang bapak sudah berada di mimbar khotib dan muadzin pun mulai mengumandangkan adzan. 

Allah pasti punya alasan tertentu mengapa saya urung jadi khotib hari itu. Sambil mendengar khotbah tentang Palestina-Israel saya pun tertunduk, mohon ampun atas segala dosa dan kekhilafan saya. Sesungguhnya tak ada kejadian apapun yang menimpa kita semua kecuali akibat perbuatan kita sendiri, baik atau buruk.

Saya memang sudah siapkan catatan untuk khutbah itu - meskipun tidak jadi saya sampaikan - saya masih bisa memuatnya di sini. Bahkan hikmahnya mungkin bisa dinikmati lebih luas oleh lebih banyak orang, tidak hanya jamaah Jumat saja. Ini sekaligus sebagai permohonan maaf saya untuk teman-teman yang hadir di seminar Caraka yang menunggu khotbah saya tapi nyatanya saya tak pernah berada di mimbar untuk menyampaikannya.

Mohon maaf jika tulisan arab aslinya disajikan dengan versi latin, semata-mata karena keterbatasan saya yang tak paham bagaimana memasukkan huruf Arab di blog ini. Monggo: 



Alhamdulillahi robbil ‘alamien
Asyhadu alla ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasuulullah
Allahummma shalli wa sallim wa barik ala sayyidina Muhammadin wa ala ali sayyidina Muhammad
Yaa ayyuhalladziina aamanuu ittaqullaaha haqqa tuqaatihi wa laa tamuutunna illaa wa antum muslimuun


Ma’asyirol muslimin rohimakumullah
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah

Saya akan mulai khotbah ini dengan sebuah puisi dari Kyai Mustofa Bisri, seorang ulama besar, tetangga saya di Rembang yang berjudul Syahadat:

Inilah kesaksianku
Inilah pernyataanku
Inilah ikrarku:

Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh memperhambaku kecuali Allah
Tapi nafsu terus memperhambaku

Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh menguasaiku kecuali Allah
Tapi kekuasaan terus menguasaiku

Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh menjajahku kecuali
Allah Tapi materi terus menjajahku

Laa ilaaha illa Llah

Tak ada yang boleh mengaturku kecuali Allah
Tapi benda mati terus mengaturku

Laa ilaaha illa Llah

Tak ada yang boleh memaksaku kecuali Allah
Tapi syahwat terus memaksaku

Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh mengancamku kecuali Allah
Tapi rasa takut terus mengancamku

Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh merekayasaku kecuali Allah
Tapi kepentingan terus merekayasaku

Laa ilaaha illa Llah
Hanya kepada Allah aku mengharap
Tapi kepada siapa pun aku mengharap

Laa ilaaha illa Llah
Hanya kepada Allah aku memohon
Tapi kepada siapa pun aku memohon

Laa ilaaha illa Llah
Hanya kepada Allah aku bersimpuh
Tapi kepada apa pun aku bersimpuh

Laa ilaaha illa Llah
Hanya kepada Allah aku bersujud
Tapi kepada apa pun aku bersujud

Laa ilaaha illa Llah
Masya Allah!
 
Untuk memperjelas makna dari puisi indah ini, saya akan bercermin pada perjalanan hidup yang telah saya lalui.

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet sekitar 10 tahun lalu, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan maupun kehidupan personal saya yang berantakan.

Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..."

Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan sepertinya datang tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar.

Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan.

Sampai suatu hari saya menemukan ciri-ciri yang dikemukakan Ustadz Yusuf Mansur dalam kehidupan saya:
-        Sibuk tiada henti
-        Kurang tiada cukup
-        Rugi tiada untung
Begitulah, saya sibuk tiada henti. Pekerjaan satu belum selesai datang lagi pekerjaan berikutnya. Presentasi ke satu klien sedang berjalan, hp sudah berbunyi karena klien berikutnya sudah tidak sabar nunggu. Jadual berantakan, banyak acara penting datangnya barengan, seolah-olah solusi yang tersedia adalah menjadi amuba yang bisa membelah diri jadi dua atau sepuluh. Saya ditarik ke kanan, ditarik ke kiri rasanya tak punya hak untuk menentukan jadual sendiri. Seringkali dalam kondisi pikiran penuh dan penat, badan luluh lantak tapi harus pasang senyum manis di depan klien yang tak ramah, sampai sebuah lagu dangdut pun menyindir: itu senyum membawa luka. Saya tak punya lagi waktu baca buku, nulis catatan harian apalagi nonton film. Saya sibuk sesibuk-sibuknya, terlihat sukses di luaran tapi sungguh menderita di dalam. Tidur pun jadi begitu mahal buat saya padahal jiwa raga saya sudah ringsek seringsek-ringsiknya.

Dan anehnya lagi, rejeki saya tidak terjamin karena kerja keras itu. Betul bahwa puluhan bahkan ratusan juta rupiah bersliweran saat itu tapi rasanya cuma numpang lewat aja di rekening. Berapapun uang yang kita terima, selalu kurang untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga saat kantor butuh komputer baru untuk mengimbangi permintaan, terpaksa hutang atau kredit. Bahkan saat sakit dan harus periksa ke dokter dan butuh obat ratusan ribu rupiah, uangnya tak tersedia. Klien yang harusnya bayar sekian juta saat itu - sehingga bisa dikasbon dulu untuk beli obat - tak ada kabarnya, ditelepon tidak aktif, didatangi kantornya sepi. Jadual masuknya uang seringkali tidak tepat waktu sesuai kebutuhan. Saat perlu banget, kas malah kosong. Hari-hari saya diisi kepanikan karena takut mengecewakan orang lain, mengecewakan klien, saya selalu merasa kekurangan tak pernah cukup.

Lalu puncaknya, kerugian demi kerugian melengkapi penderitaan saya. Tadi saya cerita di awal, beberapa komputer didatangkan dengan kredit untuk memenuhi permintaan pekerjaan. Tapi justru pekerjaannya itu malah ada aja yang keliru, lalu dikomplain, jika bukan kita yang salah malah kliennya yang mencari-cari kesalahan agar bisa bayar murah. Bikin divisi bisnis baru untuk mengembangkan sayap, bangkrut juga. Hanguslah ratusan juta. Sehingga karena cash flow tak lancar, hutang pun makin menumpuk untuk memenuhi tagihan-tagihan. Seringkali di akhir hari menjelang tidur, saya termenung: ini gimana ceritanya bikin perusahaan biar bisa mandiri dan menolong banyak orang malah jadi menyusahkan diri sendiri begini. Pengennya untung malah buntung....

Setelah saya bercermin pada apa yang saya lakukan setiap hari, saya coba mengambil jarak dari semua masalah-masalah berat yang hadir, ketemulah saya sebabnya mengapa saya jadi begini. Ketemulah saya asal-muasal mengapa hidup saya minus, rugi melulu, panik terus-menerus, rasanya kurang dan selalu kelelahan mengejar cita-cita. 

Ketemulah saya dengan Al Qur’an Surat At Talaq ayat 2 dan 3:

Wa mayyatakillahaa yaj’all lahu makhrajaa / wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib / wa may yatawaqqal ‘alallahi fahuwa hasbuh / innallaha ballighu amri qad ja’alallahu kulli syai’in qadra

Barangsiapa bertakwa kepada Allah tentu diadakan-Nya jalan keluar baginya dan memberinya rezeki dari pintu yang tidak diduga-duga. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Tuhan akan mencukupkan kebutuhannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan segala urusan-Nya dan Allah telah mengadakan ketentuan bagi segala sesuatu.

Lalu apa yang diperlukan untuk mengendalikan kesibukan, mengundang keuntungan dan mendapatkan waktu yang cukup untuk menikmatinya?

Jarak saya dengan Allah begitu jauuuuhnya karena saya tidak berada di jalur taqwa. Saat adzan memanggil, saya masih mendesain di depan komputer, saya masih presentasi di depan klien, saya masih negosiasi, saya masih dalam perjalanan ke PH, saya masih syuting. Adzan yang merupakan panggilan-Nya untuk menyelamatkan hidup saya, saya anggap hanya sebagai backsound belaka, sebagai ringtone, saya luput menangkap makna.
 
Jawaban yang saya dapatkan adalah: bereskan dulu jadual shalat kita. Dari mulai shalat wajib 5 waktu yang jarang lengkap, jauhnya jarak sholat kita dari adzan memanggil, jarangnya jamaah di mesjid. Itulah masalah terbesar yang menghancurkan jadual hidup saya.

Sholatlah tepat waktu, usahakan jamaah. Jika mau lebih hebat lagi, tambahin sholat sunnahnya: qobliyah, bakdiyah, tahajjud, dhuha, semampunya.


Sholat akan memberikan kita tambahan waktu, ketenangan dan ketentraman.

Makin tertib dan makin tinggi frekuensi sholat kita, makin banyaklah Allah akan sediakan tambahan waktu luang pada kita. Makin tertib kita pada jadual-Nya, Allah akan atur jadual kita sebaik-baiknya. Insya Allah jadual kehidupan kita (baik bisnis, keluarga maupun personal) akan nyaman dijalani.

Alhamdulillah hari ini saya masih bisa menyelesaikan baca 3-5 buku setiap minggu. Nonton film di bioskop pun bisa sekali seminggu. Setiap sore masih sempat ngopi atau ngeteh dengan tenang, kerjaan di kantor juga lancar dan sangat sangat sangat jarang komplain-nya. Saya bertanggung jawab atas pekerjaan yang lebih banyak saat ini dibanding dulu tapi saya lebih bisa menikmati prosesnya, tak terburu-buru, tak panik, tidak kelelahan di ujung hari. Hidup saya lebih tenang, lebih damai.

Sampai hari ini, saya belum pernah berdoa lagi untuk menambah 24 jam sehari menjadi lebih banyak jamnya. 24 jam sehari itu sudah cukup, jika kita tak hanya mengandalkan logika untuk mengaturnya. Tak kemrungsung, tak buru-buru tapi tanggung jawab terselesaikan dengan baik.

Jika suatu hari saya menemukan jadual saya kembali berantakan, banyak tabrakan waktunya atau tidak jelas karena menunggu konfirmasi terlalu lama: segera saya cek jadual sholat saya. Pasti di situlah masalahnya dan saya harus segera beresin sehingga jadual saya akan teratur lagi sebaik-baiknya.

Barakallahu lii wa lakum fill qur’aanil azhiim wa nafa’nii wa iyyaakum bima fiihi minal aayaati wa dzikril hakiim. Aquulu qowlii hadzaa wa astaghfirullaaha lii wa lakum wa lisaa iril muslimiina min kulli danbin fastaghfiruuhu innahu huwal ghafuurur rahiimu.

  

Alhamdulillahi robbil ‘alamien
Allahummma shalli wa sallim wa barik ‘ala sayyidina Muhammadin wa ala ali sayyidina Muhammad


Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah

Istiqomah alias konsisten menjalankan ini tentu banyak godaannya. Tidak semua orang bisa sukses kecuali yang telah melewati godaan, hambatan, rintangan. Jadi emang harus tough, kuat menjalaninya, jangan malas, jangan cengeng.

Semoga Allah menemani ikhtiar dalam perjuangan kita di dunia ini. Banyak yang tidak mungkin jika kita hanya bergantung pada akal semata. Tapi bersama-Nya, impossible is nothing. Di tangan-Nya tak ada yang tak mungkin.

Innama amruhuu idza arodza syai’an / ayyakuulalaahu kun faya kun. Fasubhanalladzii biya dzihii mala kuutukulli syaii’ wa ilaihi turja’uun


Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata ‘Jadilah’ maka jadilah sesuatu itu. Mahasuci Allah yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya kamu dikembalikan.

QS. Yasin: 82-83

Mari kita berdoa bersama untuk mengundang keajaiban kuasa-Nya.

Allahummagh fir lilmuslimiina wal muslimaati, wal mu’miniina wal mu’minaatil ahyaa’I minhum wal amwaati, innaka samii’un qoriibun muhiibud da’waati.
Robbanaa laa tuaakhidznaa in nasiinaa aw akhtho’naa.

Robbanaa walaa tahmil ‘alaynaa ishron kamaa hamaltahuu ‘alalladziina min qoblinaa.
Robbana walaa tuhammilnaa maa laa thooqotalanaa bihi, wa’fu‘annaa wagh fir lanaa war hamnaa anta maw laanaa fanshurnaa ‘alal qowmil kaafiriina.
Robbana ‘aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhiroti hasanah wa qinaa ‘adzaabannaar. Walhamdulillaahi robbil ‘aalamiin.

Demikian, semoga manfaat. Dan kepada Allah-lah segala kebaikan dikembalikan. Amien amien ya Robbal 'Alamien... 

RASA CINTA PADA DUNIA


Kehidupan dunia dan akhirat merupakan dua sisi mata uang. Keduanya merupakan satu paket perjalanan yang integral. Ketika seseorang sudah mulai tidak adil pada dirinya dengan hanya memikirkan kehidupan dunianya, maka selamanya dia akan cenderung untuk memikirkan satu sisi kehidupan saja. Sedangkan sisi yang lain yakni akhirat akan terlupakan. Hal ini wajar sebab yang sekarang sudah bisa dirasakan dan dilihat baik segi kesenangan, kemewahan, kebanggaan maupun kemelaratan dan kesengsaraannya adalah apa yang ada di dunia ini. Tentu saja akhirat yang ghoib belum tampak dan belum terasa lebih sering terabaikan. Akibat yang timbul dari ketidaksanggupan manusia menyadarkan dirinya akan persiapan hidup di akhirat sungguh sangat fatal. Apalagi bila kesadaran itu baru lahir setelah hari kebangkitan datang. Karena hanya berbuah kerugian dan penyesalan.


Kecintaan kepada kehidupan dunia yang melalaikan akhirat, disebabkan oleh pemahaman dan keyakinan manusia tentang akhirat yang dangkal dan tidak jelas. Belum masuknya keimanan akhirat ke dalam hati, menjadikan semuanya hanya sebatas bibir. Keyakinan yang bersumberkan berita dari orang orang tua, tokoh agama, dan kepercayaan keturunan. Sehingga tidak ada beda pola pikir dan arah hidup orang yang pada lahirnya percaya akhirat dengan orang yang mengingkarinya (kafir). Sama-sama mencintai dunia karena pada hakekatnya tidak (kurang) yakin akan kehidupan akhirat yang belum kunjung datang. Yang dimiliki hanya kemampuan mengagumi dan menyenangi keindahan dunia.

'Mereka hanya mengetahui kulit kehidupan duniawi saja, sedang intisari kehidupan akhirat mereka abaikan“ 1). (Qs. 30 : 7)

1.Menurut istilah siasat peperangan: Yang terpenting bukanlah kemenangan pertama (sementara), tapi yang lebih penting adalah kemenangan terakhir (selamanya).

Pemahaman yang hanya berdasarkan dari mendengar guru, kiai serta hasil membaca melahirkan keimanan yang setengah-setengah. Rencana-rencana dan cara berpikirnya tidak sampai ke akhirat, mentok di dunia. Buah kehidupan tidak dinikmati utuh, hanya kulit yang mereka geluti. Sedangkan isi (daging) buahnya, karena ketidaktahuannya, diabaikan begitu saja. Sedikit sekali
usaha yang dilakukan untuk mendapatkan, apalagi merasakannya. Padahal sebenarnya kehidupan akhirat itu dijadikan indah hanya dalam pandangan orang kafir yang tidak percaya terhadap kehidupan tersebut.

“Kehidupan dunia ini dibuat indah dalam pandangan orang kafir, sehingga mereka memandang rendah terhadap orang mukmin. Padahal orang yang bertakwa lebih tinggi derajatnya dari pada mereka di akhirat. Dan Allah memberi rizki kepada orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas”. (Qs. 2 : 212)

Kesibukan mereka dengan urusan urusan duniawi menyebabkan mereka begitu tidak siap bila sewaktu-waktu harus meneruskan perjalanan hidupnya ke akhirat. Dalam benak dan pandangannya seolah-olah dunia inilah kehidupan yang riil, nyata. Sedangkan akhirat adalah kehidupan dongeng, tidak nyata. Seakan akan mereka berkata : Itu urusan Tuhan atau itu urusan balakang. Kita lihat sekarang siapa orangnya, di mana tinggalnya, manusia yang tidak terlibat ayat di atas. Sungguh sebuah kenyataan yang patut disayangkan. Sebab kalau kita cermati secara sungguh-sungguh, apa enaknya hidup ini. Tidakkah pada lahirnya saja manusia bekerja keras, mengumpulkan harta dan memenuhi kebutuhan nafsu untuk keresahan, kesibukan macam-macam, lalu pati menjemput dengan tiba tiba. Lalu apa artinya hidup ini jika berakhir sesederhana itu ?

“Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah sebagai hiburan dan permainan saja. Kehidupan yang sebenarnya ialah kehidupan akhirat, kalau mereka itu mengerti. (Qs. 29 : 64)

“Ketahuilah, bahwasannya kehidupan dunia ini hanyalah main-main, senda gurau, bermewah-mewah dan saling membanggakan kekayaan dan nak pinak di antaramu. Ibarat hujan menyirami bumi, tumbuh-tumbuhan menjadi subur menghijau, mengagumkan para petani. Lalu tanaman itu mengering, tampak menguning, kemudian menjadi rapuh dan hancur. Sedang di akhirat kelak, ada azab yang berat bagi mereka yang menggandrungi kehidupan dunia, namun ada pula ampunan dan keridloan Allah bagi yang mau bertobat. Demikianlah kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan palsu belaka”. (Qs. 57 : 20).

Agar bisa memahami dan menerima pandangan yang terkandung dalam ketiga ayat tersebut, kita dituntut untuk mengendapkan hati terlebih dahulu. Menghentikan sejenak perburuan urusan duniawi, mengusahakan tersedianya ruang berpikir untuk menyadarkan diri. Bahwa kehidupan dunia ini hanya permainan dan simulasi. Dalam ilmu Allah, kesenangan yang membahagiakan kita, penderitaan yang menyedihkan, kesuksesan, jabatan dan titel yang membanggakan, sifatnya semu. Kita tentu tidak bisa menutup mata terhadap prosesi kehidupan dengan segala perniknya, yang terbukti semuanya berlaku sementara.

Di saat seseorang yang ada pada puncak semangatnya menjalankan rencana meraih ambisi dan cita-cita, tiba-tiba terhenti total oleh datangnya kematian. Seorang bupati yang baru tiga bulan menjabat, tiba-tiba meninggal karena serangan jantung. Banyak publik figur yang sedang berada pada puncak karir dan publisitasnya, secara tiba-tiba tewas kecelakaan. Sering pula kita saksikan, orang yang dikagumi masyarakat kesuksesan, kecendikiawanan, ketenarannya. Sehingga semua orang memimpikan status dan posisinya. Tapi ternyata di balik itu semua, kesibukan dan ketenaran hanya memberikan kelelahan dan setetes kepuasan batin yang semu pula. Sampai-sampai tidak tersedia waktu buat istirahat dan keluarga, apalagi Allah yang tidak tampak, tentu terlupakan.

Kita harus sadar, bahwa pola pikir dan pandangan manusia sekarang ternyata sudah melenceng jauh dari hakekat dan tujuan hidup semula. Pakem yang benar menetapkan dunia ini hanya sebagai persinggahan sementara. Dan akhiratlah kampung sebenarnya yang abadi. Namun manusia dilupakan syaitan, dengan kesibukan, kemewahan dan fatamorgana kesejahteraan hidup.

“Yang demikian itu karena mereka mencintai kehidupan dunia melebihi kehidupan akhirat. Dan bahwasannya Allah, tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (Qs. 16 : 107)

Ketika kesibukan--kesibukan itu telah selesai dengan datangnya pati, manusia baru terperanjat seolah terbangun dari mimpinya. Baru disadari bahwa mereka melanjutkan perjalanan (pergi) ke akhirat tanpa membawa bekal. Semuanya tertinggal di dunia, hasil kerjanya semuanya dipersiapkan dan dihabiskan untuk kebutuhan hidup di dunia. Akhirnya di sana (akhirat) mereka menderita kerugian dan kemelaratan bersama syaitan yang umumnya disebut neraka. Neraka itu bermakna celaka karena seluruh perbekalan tertinggal di dunia.

by : KOMUNITAS PECINTA, PENGHAFAL, DAN PENGAMAL AL-QURAN

LANJUTAN Ambon Behind The Scene


Seorang anak kecil di pertokoan dekat Ambon Plaza .


Kasih Ibu.
Lokasi : Jembatan Mardika

Ambon Behind The Scene

Orang gila yang berbaring “menikmati” indahnya kota.
Lokasi : Pertokoan Simpang
 
Ambon memang indah, tak akan ada yang meragukan itu, tapi seperti dua sisi kehidupan selalu ada sesuatu yang lain dibalik keindahan itu, silahkan dinikmati…
 
 

Terlalu cepat untuk mengambil kesimpulan

Aku baru menulis artikel tentang tips-tips berbelanja dan yang aku ingat adalah saran untuk jangan terburu-buru. Begitu pun seharusnya dalam setiap sisi kehidupan. Begitu sayang begitu malang, bukannya untung yang didapat  malah buntung datang menghampiri.
Terlalu cepat berkesimpulan dan terlalu dekat dengan asumsi yang berlebihan. Tidak baik.

feel the story
Banyak jalan menuju kesimpulan, setidaknya butuh lima langkah lagi yang harus dilewati. Di tengah jalan bisa terjatuh atau terputus karena sesungguhnya jalan ini hanya merupakan sambungan yang sewaktu-waktu dapat dipisahkan.

IBU ADALAH PERJUANGAN CINTA







Yang kemudian menjadi pertanyaan bagi kita adalah apakah hanya dengan fungsi mengandung, melahirkan dan merawat yang memiliki kecenderungan kepada perawatan fisik telah cukup untuk mengukuhkan wanita sebagai seorang ibu yang baik. Apakah dengan semua fungsi tersebut wanita telah mampu membanggakan dirinya sebagai wanita yang sempurna karena telah memenuhi panggilan kodratinya melangsungkan keturunan. Apabila demikian adanya maka manusia dalam menghargai ibu tidak ada bedanya dengan hewan dalam menghargai fungsi ibu. Hewan mengenal fungsi ibu sebagai peran betina untuk melangsungkan keturunan dan merawatnya sampai saat yang tepat untuk melepasnya. Setelah tugas untuk melepas anak selesai maka selesai pula tugas menjadi ibu. Hakikat ibu adalah kisah tentang perjuangan cinta, luasnya bentangan kasih sayang dan penghormatan manusia terhadap kelangsungan hidup spesiesnya. Kecintaan yang tulus membuat seorang ibu rela menempatkan diri dalam berbagai situasi baik yang senang dan susah dalam memperjuangkan kehidupan buah hatinya dan keluarganya walaupun terkadang pengorbanan tersebut menuntut pengorbanan nyawanya. Ibu adalah sosok wanita yang telah mengerti arti kewanitaannya dan memberikan sifat khasnya dalam bentuk karakter diri yang agung dan mulia di mata manusia dan Allah. Ibu bermakna cinta yang hangat, ketakwaan kepada Allah, kedamaian saat memandangnya. Ikatan yang dibangun oleh ibu dengan anaknya adalah ikatan antara fisik, psikis dan sosial. Permulaaan ikatan tersebut sudah dimulai sejak dimulainya kehidupan janin dalam rahim ibu mulai berdetak hingga kelahiran anak kemudian merawatnya hingga tumbuh dewasa. Ikatan ini membuat hubungan antara ibu dan anaknya berjalan naik turun sesuai dengan situasi yang dialami oleh ibu dan keadaan buah hatinya. Keadaan yang naik turun diantara ke duanya mempengaruhi nilai-nilai keibuan yang berkem bang dalam diri ibunya.

SEKAPUR SIRIH


Sekolah Kehidupan pada awalnya merupakan suatu komunitas sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
  yang didirikan tanggal 14 Juli 2006. Komunitas ini dibentuk untuk saling mengisi dan berbagi pengalaman sesama anggota, mengenai sisi-sisi kehidupan yang tidak diberikan dalam sekolah formal. Penuh dengan aneka persoalan yang kita hadapi dalam kehidupan rumah tangga, kantor, dan masyarakat. Tidak menutup kemungkinan mengenai masalah diri kita sendiri, atau interaksi dengan alam sekitar.
Kita, manusia, pasti selalu berhadapan dengan masalah. Karena untuk hidup itu sendiri sudah masalah. Bila ada masalah, pasti pula ada jalan keluar. Antara kita, satu dengan yang lain, mungkin memiliki permasalahan yang sama, tetapi dengan jalan keluar yang berbeda. Bisa juga permasalahan berbeda, tetapi dapat diselesaikan dengan cara yang sama.

MENGEMIS DI HARI TUA

Mengemis di hari tua


Nenek...

Dimana anak cucumu, dimana keturunan yang pernah kau ajarkan tentang hidup dan kau kenalkan dengan kerasnya Jakarta, kersanya Kebayoran Lama?

Sejarah diri yang kau ukir dari masa lalu terdampar kini di tepi pelintasan rel kereta api, dimana kaki kaki melintas, mengusung mimpi harapan dan ketakutannya.

Wajah keriputmu menunduk, tangan menengadah menanti rezeki tumpah; bahkan usiamu seolah tak sanggup menopang raga yang menjelang punah.

Wahai nenek tua, pengemis sepanjang usia..
Dimanakah pula pamong praja, pengabdi kawula yang semestinya demi negara merawat dan menghormatimu sebagai warga ? Oh, rupanya nenek, negara tempatmu mengemis dikelola oleh banyak mereka yang mengalami buta; buta mata hati dan buta nurani. Tapi, inilah Indonesia, nenek...negeri makmur tempatmu mengemis hingga akhir hayatmu...