Allah pasti punya alasan tertentu mengapa saya urung jadi khotib hari itu. Sambil mendengar khotbah tentang Palestina-Israel saya pun tertunduk, mohon ampun atas segala dosa dan kekhilafan saya. Sesungguhnya tak ada kejadian apapun yang menimpa kita semua kecuali akibat perbuatan kita sendiri, baik atau buruk.
Saya memang sudah siapkan catatan untuk khutbah itu - meskipun tidak jadi saya sampaikan - saya masih bisa memuatnya di sini. Bahkan hikmahnya mungkin bisa dinikmati lebih luas oleh lebih banyak orang, tidak hanya jamaah Jumat saja. Ini sekaligus sebagai permohonan maaf saya untuk teman-teman yang hadir di seminar Caraka yang menunggu khotbah saya tapi nyatanya saya tak pernah berada di mimbar untuk menyampaikannya.
Mohon maaf jika tulisan arab aslinya disajikan dengan versi latin, semata-mata karena keterbatasan saya yang tak paham bagaimana memasukkan huruf Arab di blog ini. Monggo:
Alhamdulillahi robbil ‘alamien
Asyhadu alla ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasuulullah
Allahummma shalli wa sallim wa barik ala sayyidina Muhammadin wa ala ali sayyidina Muhammad
Yaa ayyuhalladziina aamanuu ittaqullaaha haqqa tuqaatihi wa laa tamuutunna illaa wa antum muslimuun
Ma’asyirol muslimin rohimakumullah
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah
Saya akan mulai khotbah ini dengan sebuah puisi dari Kyai Mustofa Bisri, seorang ulama besar, tetangga saya di Rembang yang berjudul Syahadat:
Inilah kesaksianku
Inilah pernyataanku
Inilah ikrarku:
Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh memperhambaku kecuali Allah
Tapi nafsu terus memperhambaku
Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh menguasaiku kecuali Allah
Tapi kekuasaan terus menguasaiku
Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh menjajahku kecuali
Allah Tapi materi terus menjajahku
Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh mengaturku kecuali Allah
Tapi benda mati terus mengaturku
Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh memaksaku kecuali Allah
Tapi syahwat terus memaksaku
Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh mengancamku kecuali Allah
Tapi rasa takut terus mengancamku
Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh merekayasaku kecuali Allah
Tapi kepentingan terus merekayasaku
Laa ilaaha illa Llah
Hanya kepada Allah aku mengharap
Tapi kepada siapa pun aku mengharap
Laa ilaaha illa Llah
Hanya kepada Allah aku memohon
Tapi kepada siapa pun aku memohon
Laa ilaaha illa Llah
Hanya kepada Allah aku bersimpuh
Tapi kepada apa pun aku bersimpuh
Laa ilaaha illa Llah
Hanya kepada Allah aku bersujud
Tapi kepada apa pun aku bersujud
Laa ilaaha illa Llah
Masya Allah!
Asyhadu alla ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasuulullah
Allahummma shalli wa sallim wa barik ala sayyidina Muhammadin wa ala ali sayyidina Muhammad
Yaa ayyuhalladziina aamanuu ittaqullaaha haqqa tuqaatihi wa laa tamuutunna illaa wa antum muslimuun
Ma’asyirol muslimin rohimakumullah
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah
Saya akan mulai khotbah ini dengan sebuah puisi dari Kyai Mustofa Bisri, seorang ulama besar, tetangga saya di Rembang yang berjudul Syahadat:
Inilah kesaksianku
Inilah pernyataanku
Inilah ikrarku:
Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh memperhambaku kecuali Allah
Tapi nafsu terus memperhambaku
Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh menguasaiku kecuali Allah
Tapi kekuasaan terus menguasaiku
Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh menjajahku kecuali
Allah Tapi materi terus menjajahku
Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh mengaturku kecuali Allah
Tapi benda mati terus mengaturku
Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh memaksaku kecuali Allah
Tapi syahwat terus memaksaku
Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh mengancamku kecuali Allah
Tapi rasa takut terus mengancamku
Laa ilaaha illa Llah
Tak ada yang boleh merekayasaku kecuali Allah
Tapi kepentingan terus merekayasaku
Laa ilaaha illa Llah
Hanya kepada Allah aku mengharap
Tapi kepada siapa pun aku mengharap
Laa ilaaha illa Llah
Hanya kepada Allah aku memohon
Tapi kepada siapa pun aku memohon
Laa ilaaha illa Llah
Hanya kepada Allah aku bersimpuh
Tapi kepada apa pun aku bersimpuh
Laa ilaaha illa Llah
Hanya kepada Allah aku bersujud
Tapi kepada apa pun aku bersujud
Laa ilaaha illa Llah
Masya Allah!
Untuk memperjelas makna dari puisi indah ini, saya akan bercermin pada perjalanan hidup yang telah saya lalui.
Sempat
terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman
memulai Petakumpet sekitar 10 tahun lalu, waktu 24 jam sehari rasanya
tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya
menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas,
pekerjaan maupun kehidupan personal saya yang berantakan.
Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..."
Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan sepertinya datang tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar.
Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan.
Sampai suatu hari saya menemukan ciri-ciri yang dikemukakan Ustadz Yusuf Mansur dalam kehidupan saya:
- Sibuk tiada henti
- Kurang tiada cukup
- Rugi tiada untung
Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..."
Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan sepertinya datang tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar.
Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan.
Sampai suatu hari saya menemukan ciri-ciri yang dikemukakan Ustadz Yusuf Mansur dalam kehidupan saya:
- Sibuk tiada henti
- Kurang tiada cukup
- Rugi tiada untung
Begitulah, saya sibuk tiada henti.
Pekerjaan satu belum selesai datang lagi pekerjaan berikutnya.
Presentasi ke satu klien sedang berjalan, hp sudah berbunyi karena klien
berikutnya sudah tidak sabar nunggu. Jadual berantakan, banyak acara
penting datangnya barengan, seolah-olah solusi yang tersedia adalah
menjadi amuba yang bisa membelah diri jadi dua atau sepuluh. Saya
ditarik ke kanan, ditarik ke kiri rasanya tak punya hak untuk menentukan
jadual sendiri. Seringkali dalam kondisi pikiran penuh dan penat, badan
luluh lantak tapi harus pasang senyum manis di depan klien yang tak
ramah, sampai sebuah lagu dangdut pun menyindir: itu senyum membawa
luka. Saya tak punya lagi waktu baca buku, nulis catatan harian apalagi
nonton film. Saya sibuk sesibuk-sibuknya, terlihat sukses di luaran tapi
sungguh menderita di dalam. Tidur pun jadi begitu mahal buat saya
padahal jiwa raga saya sudah ringsek seringsek-ringsiknya.
Dan anehnya lagi, rejeki saya tidak terjamin karena kerja keras itu. Betul bahwa puluhan bahkan ratusan juta rupiah bersliweran saat itu tapi rasanya cuma numpang lewat aja di rekening. Berapapun uang yang kita terima, selalu kurang untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga saat kantor butuh komputer baru untuk mengimbangi permintaan, terpaksa hutang atau kredit. Bahkan saat sakit dan harus periksa ke dokter dan butuh obat ratusan ribu rupiah, uangnya tak tersedia. Klien yang harusnya bayar sekian juta saat itu - sehingga bisa dikasbon dulu untuk beli obat - tak ada kabarnya, ditelepon tidak aktif, didatangi kantornya sepi. Jadual masuknya uang seringkali tidak tepat waktu sesuai kebutuhan. Saat perlu banget, kas malah kosong. Hari-hari saya diisi kepanikan karena takut mengecewakan orang lain, mengecewakan klien, saya selalu merasa kekurangan tak pernah cukup.
Lalu puncaknya, kerugian demi kerugian melengkapi penderitaan saya. Tadi saya cerita di awal, beberapa komputer didatangkan dengan kredit untuk memenuhi permintaan pekerjaan. Tapi justru pekerjaannya itu malah ada aja yang keliru, lalu dikomplain, jika bukan kita yang salah malah kliennya yang mencari-cari kesalahan agar bisa bayar murah. Bikin divisi bisnis baru untuk mengembangkan sayap, bangkrut juga. Hanguslah ratusan juta. Sehingga karena cash flow tak lancar, hutang pun makin menumpuk untuk memenuhi tagihan-tagihan. Seringkali di akhir hari menjelang tidur, saya termenung: ini gimana ceritanya bikin perusahaan biar bisa mandiri dan menolong banyak orang malah jadi menyusahkan diri sendiri begini. Pengennya untung malah buntung....
Setelah saya bercermin pada apa yang saya lakukan setiap hari, saya coba mengambil jarak dari semua masalah-masalah berat yang hadir, ketemulah saya sebabnya mengapa saya jadi begini. Ketemulah saya asal-muasal mengapa hidup saya minus, rugi melulu, panik terus-menerus, rasanya kurang dan selalu kelelahan mengejar cita-cita.
Dan anehnya lagi, rejeki saya tidak terjamin karena kerja keras itu. Betul bahwa puluhan bahkan ratusan juta rupiah bersliweran saat itu tapi rasanya cuma numpang lewat aja di rekening. Berapapun uang yang kita terima, selalu kurang untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga saat kantor butuh komputer baru untuk mengimbangi permintaan, terpaksa hutang atau kredit. Bahkan saat sakit dan harus periksa ke dokter dan butuh obat ratusan ribu rupiah, uangnya tak tersedia. Klien yang harusnya bayar sekian juta saat itu - sehingga bisa dikasbon dulu untuk beli obat - tak ada kabarnya, ditelepon tidak aktif, didatangi kantornya sepi. Jadual masuknya uang seringkali tidak tepat waktu sesuai kebutuhan. Saat perlu banget, kas malah kosong. Hari-hari saya diisi kepanikan karena takut mengecewakan orang lain, mengecewakan klien, saya selalu merasa kekurangan tak pernah cukup.
Lalu puncaknya, kerugian demi kerugian melengkapi penderitaan saya. Tadi saya cerita di awal, beberapa komputer didatangkan dengan kredit untuk memenuhi permintaan pekerjaan. Tapi justru pekerjaannya itu malah ada aja yang keliru, lalu dikomplain, jika bukan kita yang salah malah kliennya yang mencari-cari kesalahan agar bisa bayar murah. Bikin divisi bisnis baru untuk mengembangkan sayap, bangkrut juga. Hanguslah ratusan juta. Sehingga karena cash flow tak lancar, hutang pun makin menumpuk untuk memenuhi tagihan-tagihan. Seringkali di akhir hari menjelang tidur, saya termenung: ini gimana ceritanya bikin perusahaan biar bisa mandiri dan menolong banyak orang malah jadi menyusahkan diri sendiri begini. Pengennya untung malah buntung....
Setelah saya bercermin pada apa yang saya lakukan setiap hari, saya coba mengambil jarak dari semua masalah-masalah berat yang hadir, ketemulah saya sebabnya mengapa saya jadi begini. Ketemulah saya asal-muasal mengapa hidup saya minus, rugi melulu, panik terus-menerus, rasanya kurang dan selalu kelelahan mengejar cita-cita.
Ketemulah saya dengan Al Qur’an Surat At Talaq ayat 2 dan 3:
Wa mayyatakillahaa yaj’all lahu makhrajaa / wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib / wa may yatawaqqal ‘alallahi fahuwa hasbuh / innallaha ballighu amri qad ja’alallahu kulli syai’in qadra
Barangsiapa bertakwa kepada Allah tentu diadakan-Nya jalan keluar baginya dan memberinya rezeki dari pintu yang tidak diduga-duga. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Tuhan akan mencukupkan kebutuhannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan segala urusan-Nya dan Allah telah mengadakan ketentuan bagi segala sesuatu.
Lalu apa yang diperlukan untuk mengendalikan kesibukan, mengundang keuntungan dan mendapatkan waktu yang cukup untuk menikmatinya?
Wa mayyatakillahaa yaj’all lahu makhrajaa / wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib / wa may yatawaqqal ‘alallahi fahuwa hasbuh / innallaha ballighu amri qad ja’alallahu kulli syai’in qadra
Barangsiapa bertakwa kepada Allah tentu diadakan-Nya jalan keluar baginya dan memberinya rezeki dari pintu yang tidak diduga-duga. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Tuhan akan mencukupkan kebutuhannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan segala urusan-Nya dan Allah telah mengadakan ketentuan bagi segala sesuatu.
Lalu apa yang diperlukan untuk mengendalikan kesibukan, mengundang keuntungan dan mendapatkan waktu yang cukup untuk menikmatinya?
Jarak
saya dengan Allah begitu jauuuuhnya karena saya tidak berada di jalur
taqwa. Saat adzan memanggil, saya masih mendesain di depan komputer,
saya masih presentasi di depan klien, saya masih negosiasi, saya masih
dalam perjalanan ke PH, saya masih syuting. Adzan yang merupakan
panggilan-Nya untuk menyelamatkan hidup saya, saya anggap hanya sebagai
backsound belaka, sebagai ringtone, saya luput menangkap makna.
Jawaban
yang saya dapatkan adalah: bereskan dulu jadual shalat kita. Dari
mulai shalat wajib 5 waktu yang jarang lengkap, jauhnya jarak sholat
kita dari adzan memanggil, jarangnya jamaah di mesjid. Itulah masalah
terbesar yang menghancurkan jadual hidup saya.
Sholatlah tepat waktu, usahakan jamaah. Jika mau lebih hebat lagi, tambahin sholat sunnahnya: qobliyah, bakdiyah, tahajjud, dhuha, semampunya.
Sholatlah tepat waktu, usahakan jamaah. Jika mau lebih hebat lagi, tambahin sholat sunnahnya: qobliyah, bakdiyah, tahajjud, dhuha, semampunya.
Sholat akan memberikan kita tambahan waktu, ketenangan dan ketentraman.
Makin tertib dan makin tinggi frekuensi sholat kita, makin banyaklah Allah akan sediakan tambahan waktu luang pada kita. Makin tertib kita pada jadual-Nya, Allah akan atur jadual kita sebaik-baiknya. Insya Allah jadual kehidupan kita (baik bisnis, keluarga maupun personal) akan nyaman dijalani.
Alhamdulillah hari ini saya masih bisa menyelesaikan baca 3-5 buku setiap minggu. Nonton film di bioskop pun bisa sekali seminggu. Setiap sore masih sempat ngopi atau ngeteh dengan tenang, kerjaan di kantor juga lancar dan sangat sangat sangat jarang komplain-nya. Saya bertanggung jawab atas pekerjaan yang lebih banyak saat ini dibanding dulu tapi saya lebih bisa menikmati prosesnya, tak terburu-buru, tak panik, tidak kelelahan di ujung hari. Hidup saya lebih tenang, lebih damai.
Sampai hari ini, saya belum pernah berdoa lagi untuk menambah 24 jam sehari menjadi lebih banyak jamnya. 24 jam sehari itu sudah cukup, jika kita tak hanya mengandalkan logika untuk mengaturnya. Tak kemrungsung, tak buru-buru tapi tanggung jawab terselesaikan dengan baik. Jika suatu hari saya menemukan jadual saya kembali berantakan, banyak tabrakan waktunya atau tidak jelas karena menunggu konfirmasi terlalu lama: segera saya cek jadual sholat saya. Pasti di situlah masalahnya dan saya harus segera beresin sehingga jadual saya akan teratur lagi sebaik-baiknya.
Barakallahu lii wa lakum fill qur’aanil azhiim wa nafa’nii wa iyyaakum bima fiihi minal aayaati wa dzikril hakiim. Aquulu qowlii hadzaa wa astaghfirullaaha lii wa lakum wa lisaa iril muslimiina min kulli danbin fastaghfiruuhu innahu huwal ghafuurur rahiimu.
Alhamdulillahi robbil ‘alamien
Allahummma shalli wa sallim wa barik ‘ala sayyidina Muhammadin wa ala ali sayyidina Muhammad
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah
Istiqomah alias konsisten menjalankan ini tentu banyak godaannya. Tidak semua orang bisa sukses kecuali yang telah melewati godaan, hambatan, rintangan. Jadi emang harus tough, kuat menjalaninya, jangan malas, jangan cengeng.
Semoga Allah menemani ikhtiar dalam perjuangan kita di dunia ini. Banyak yang tidak mungkin jika kita hanya bergantung pada akal semata. Tapi bersama-Nya, impossible is nothing. Di tangan-Nya tak ada yang tak mungkin.
Innama amruhuu idza arodza syai’an / ayyakuulalaahu kun faya kun. Fasubhanalladzii biya dzihii mala kuutukulli syaii’ wa ilaihi turja’uun
Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata ‘Jadilah’ maka jadilah sesuatu itu. Mahasuci Allah yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya kamu dikembalikan.
QS. Yasin: 82-83
Mari kita berdoa bersama untuk mengundang keajaiban kuasa-Nya.
Allahummagh fir lilmuslimiina wal muslimaati, wal mu’miniina wal mu’minaatil ahyaa’I minhum wal amwaati, innaka samii’un qoriibun muhiibud da’waati. Robbanaa laa tuaakhidznaa in nasiinaa aw akhtho’naa.
Robbanaa walaa tahmil ‘alaynaa ishron kamaa hamaltahuu ‘alalladziina min qoblinaa.
Robbana walaa tuhammilnaa maa laa thooqotalanaa bihi, wa’fu‘annaa wagh fir lanaa war hamnaa anta maw laanaa fanshurnaa ‘alal qowmil kaafiriina. Robbana ‘aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhiroti hasanah wa qinaa ‘adzaabannaar. Walhamdulillaahi robbil ‘aalamiin.